LOCAL HERO
: Ibu Istiqomah
Semangat perjuangan beliau mungkin meniru ayahnya, seorang pejuang
kemerdekaan. Tapi dia merawat, menyiram dan menumbuhkembangkan bibit
semangat perjuangan yang sudah ada dalam dirinya. Sehingga
kemudian terinternalisasi sedemikian rupa sehingga tak ada langkahnya
yang sia- sia dan tak diabdikannya bagi lingkungan terdekat maupun masyarakat
yang lebih luas.
“Orang hidup itu harus punya cita-cita. “, ungkap beliau.
Tak henti-hentinya bulikku, adik bapakku ini , terus menerus memompakan
semangat kepada siapa saja yang di dekatnya.
Bahkan kehidupan pribadinya sendiri sebenarnya banyak mengundang iba.
Karena beliau ditinggal suami yang meninggal dalam kecelakaan
lalu lintas. Dengan lima orang putra putri, tentu saja gaji seorang
guru sekolah swasta tidaklah memadai. Tetapi beliau banyak mengorbankan
waktu dan tenaganya bagi banyak orang.
“Bekerja itu seperti menanam pohon. Berkorban itu adalah pupuk yang
mempercepat pertumbuhannya. “, ucapnya suatu ketika.
Mengingatkanku pada ungkapan yang pernah kubaca bahwa bekerja
dan berkorban adalah tradisi kebangkitan dan kepemimpinan.
“Karena itu bekerjalah dengan menabur kebajikan di ladang
hati manusia. Tanpa henti. Tulus. Ikhlas mengharapkan RidloNya saja”,
sambungnya.
Ia meneruskan pondok pesantren dan madrasah yang dulu dirintis
dan dibangun bersama almarhum suaminya. Didirikan dengan modal sendiri
yang seadanya, di sebuah lahan yang hampir tidak dilirik orang pada
umumnya. Karena dekat dengan perumahan kumuh dan kuburan orang cina
(bong). Sebuah lingkungan yang pada mulanya tidak nyaman untuk ditinggali.
“Bismillah.”, ucap beliau dengan mantap.
Lokasi itu memang sengaja dipilihnya. Jadi bukan semata karena harga
tanahnya murah dan terjangkau oleh doku atau sakunya, namun juga
pertimmbangan bahwa mereka akan membuat sebuah pusat kegiatan belajar
mengajar. Sehingga masyarakat sekitar yang kebanyakan pengemis dan pemulung
serta orang – orang miskin yang kurang bahkan tidak berpendidikan,
akan memperoleh pencerahan. Agar putra putri generasi penerus yang tinggal
di lingkungan tersebut menjadi generasi yang lebih baik. Subhanallah.
Sebuah cita-cita yang sangat mulia yang bahkan berangkat dari keterbatasan
dan kesederhanaan. Apa adanya.
“Modal nekat saja. Tawakkaltu ‘alallah”, demikian beliau menjelaskan.
Subhanallah…..
Madrasah dengan beberapa guru yang dibayar dengan gaji yang tidak
memadai semata untuk bentuk jariyah. Menyumbangkan ilmu yang semoga
bermanfaat.
“Makna hidup kita , sebagai individu , sebagai umat , bangsa
terletak pada kerja keras dan pengorbanan dalam menebar kebajikan bagi
kemanusiaan”, beliau menggarisbawahi perjuangan yang dicontohkannya.
Darul Aitam (panti asuhan) juga didirikannya. Banyak anak-anak tak
berayah dan tak beribu yang tertolong dan terlindungi. Alhamdulillah
setelah berlangsung dengan baik selama setahun, kemudian banyak juga
yang turut memikirkan kelangsungannya.
Pengajian Alquran setiap ba’da maghrib yang melibatkan adik iparnya
yang hafidzoh sebagai guru,, diikuti oleh puluhan anak. Mungkin sampai
hampir seratus anak. Beliau sendiri mengajar Alquran untuk orang tua
mereka.
“Sebaik – baik orang adalah yang mengajarkan Alqur’an”, ucap
beliau..
Berbagai acara pengajian dan bakti social juga diselenggarakan. Tidak
ada penghargaan dari siapapun tak menghadang langkah beliau untuk terus
berjuang.
“Bekerja adalah simbol keberdayaan dan kekuatan. Berkorban adalah
simbol cinta dan kejujuran.”, penjelasannya ini menggambarkan bagaimana
energi beliau bertumbuh kembang.
Mengatur waktu antara bekerja sebagai guru yang idealis, ketua sebuah
organisasi perempuan Islam sekabupaten, dan memiliki seabrek kesibukan
di pesantren dan madrasahnya, memang sedikit banyak mengurangi porsi
waktu dan perhatiannya bagi anak-anaknya.
Ada masa-masa anaknya rentan dan melakukan kenakalan. Tapi beliau
kemudian mendisiplinkan dengan caranya. Dan tak henti-hentinya berdoa
memohon pertolongan Allah.
“Karena tak ada yang dapat menolong kecuali Dia”, berpegang pada
keyakinan inilah, beliau tak surut dari langkah-langkahnya dalam berjuang
meskipun bisik-bisik kanan kiri mengenai kebelumberhasilannya sebagai
ibu yang ideal.
Tapi kalau dipikir lagi, jika tak ada yang bersemangat seperti beliau,
siapa yang akan melakukan pekerjaan-pekerjaan heroik tak bergaji, tak
bersertifikat dan tak berpenghargaan..
Semangat dan daya juang yang tinggi inilah yang berusaha beliau tularkan
padaku keponakannya dan banyak orang-orang terdekatnya.
“Bangsa bisa bangkit karena para pemimpin bisa memimpin”,
sebuah pemikiran dari beliau yang mematahkan asumsi orang kebanyakan
yang mengira tak ada lagi orang yang bisa menjadi pemimpin sejati, karena
pasti ujung-ujungnya duit.
“ Cuma mereka yang mau bekerja dalam diam yang panjang, terus
menerus berkorban dengan cinta, yang akan bangkit dan memimpin.”,
sambung beliau.
Ya,
diam diam. Ikhlas. Kakekku, seorang pejuang kemerdekaan dan tokoh agama
serta tokoh masyarakat yang rupanya menitiskan ke putrinya ini.
Terus
menerus berarti istiqomah, seperti nama beliau. Sang Guru Kehidupan
yang menghidupkan rumahnya untuk menghidupkan kehidupan termasuk kehidupan
sesudah kematian. Tentu saja atas pertolonganNya yang Maha Hidup dan
Menghidupkan.
**
Untuk kirim naskah ataupun kerjasama dengan DeMagz
For reservation, review and any other collaboration, please do not hesitate to contact at 085701591957 (sms/wa)
DM twitter @DeMagz_
DM IG @vivademak https://www.instagram.com/vivademak/
inbox FB Page: https://www.facebook.com/demagz/
Line: diannafi57
Email: demagzcie@gmail.com
0 Comments:
Posting Komentar