Ratu Kalinyamat, Wanita Tangguh dan Pemberani dari Jepara
Katakanlah bulan madunya belum tuntas, belahan jiwanya keburu gugur dalam sebuah penyergapan, terbunuh di depan kedua matanya ….Wanita mana yang tak remuk hatinya?
Ratu Kalinyamat adalah seorang tokoh wanita yang sangat terkenal dalam khasanah sejarah Nusantara. Ratu Jepara kita ini tidak hanya berparas ayu, namun dia juga tekenal dengan kepribadiannya yang berani seperti halnya yang telah ditulis dan dilukiskan oleh bangsa portugis.
Ratu Kalinyamat atau Ratu Jepara adlh wanita Indonesia yg memiliki peran penting dlm kegiatan politik n ekonomi di Nusantara pada abad ke-16 M.Nama aslinya adlh Retna Kencana atau Retno Kencono. Dia adlh putri Sultan Trenggono, raja ke-3 Ker.Demak yg memerintah pada abad ke-16 M.
Dalam ketatanegaraan, peran Ratu Kalinyamat benar-benar sangat menonjol. Pada tahun 1544 M Sultan Trenggono mengirim Ratu Kalinyamat untuk meminta dukungan dari Raja Banten untuk perluasan wilayah Kerajaan Demak di Jawa Timur. Bahkan, saat usianya terbilang masih muda,
Ratu Kalinyamat sudah mendapatkan kepercayaan untuk memangku jabatan sebagai Adipati Jepara yang wilayahnya meliputi Jepara, Pati, Kudus, Rembang, dan Blora. Pusat pemerintahannya kala itu mula-mula berupa sebuah kerajaan kecil yang didirikan di Kriyan – Kalinyamatan.
Pada usianya yang masih muda pula Ratu Kalinyamat menikah dengan Pangeran Kalinyamat, seorang pendatang yang mendirikan desa Kalinyamatan di Jepara, sehingga ia dikenal dengan sebutan Pengeran Kalinyamat—inilah alasan kenapa Retna Kencana mendapatkan panggilan Ratu Kalinyamat,
karena dia menikah dengan penguasa desa Kalinyamatan. Setelah menikah dengan Ratu Kalinyamat, Pangeran Kalinyamat otomatis menjadi anggota keluarga kerajaan Demak. Dan oleh Sultan Trenggono ia diberi gelar Pangeran Hadirin. Ada beberapa beberapa versi yang menyebutkan
tentang asal-usul Pangeran Hadirin. Versi yang pertama menyebutkan bahwa Pangeran Hadirin adalah seorang saudagar Tiongkok bernama Win-Tang. Ia mengalami kecelakaan di laut dan terdampar di pantai Jepara, lalu kemudian ia berguru kepada Sayyid Ja’far Shadiq (Sunan Kudus).
Sedang versi lain mengatakan bahwa Pangeran Hadirin merupakan putera Sultan Mughayat Syah, raja Aceh yang bertahta pada tahun 1514 – 1528 M, sedang nama aslinya adalah Pengeran Toyib. Pada saat masih muda, Pangeran Toyib berkelana ke negeri Cina. Di sana ia bertemu dengan
seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan yang juga seorang Muslim, dan singkat cerita Pengeran Toyib diangkat menjadi anak angkatnya. Dari situlah ia mendapatkan nama panggilan Win-Tang yang mana adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, nama baru pangeran Toyib.
Selang waktu, Win-Tang hijrah ke Jawa dengan ayah angkatnya yang juga turut serta. Sesampainya di Jawa, ia mendirikan sebuah desa yang diberi nama Kalinyamatan. Mengetahui kabar tersebut, sang Ayahanda lantas memerintahkan Win-Tang utk menimba ilmu pemerintahan n agama di Demak.
Di sinilah pertemuan Ratu Kalinyamat dengan Pangeran Kalinyamat terjadi. Pria berdarah Persia (Pangeran Kalinyamat) ini sangat tampan, arif dan bijaksana, memiliki wawasan Islam yang luas, taat, dan memiliki keberanian yang luar biasa dalam menentang Portugis.
Setelah mengetahui segala hal tentang pangeran Kalinyamat, hati Retno Kencono jadi berdebar-debar. Ia jadi teringat akan ramalan Ayahandanya yg mengatakan bahwa kelak jodohnya adalah seseorang yg berasal bukan dari bangsa Jawa, melainkan seseorang yg berasal dari negeri seberang
Bukan hanya hati Retno Kencono yang berdebar, tetapi Pangeran Kalinyamat juga berkeinginan untuk dapat meminang. Dan singkat cerita, Pangeran Kalinyamat berhasil menikahi Retno Kencono. Sejak saat itulah Retno Kencono mendapatkan nama Ratu Kalinyamat.Pula bagi Pangeran Kalinyamat
Yg mendapatkan gelar kebangsawanan karena telah menjadi anggota keluarga kerajaan Demak dengan gelar Pangeran Hadirin. Setelah menikah dengan Ratu Kalinyamat, Pangeran Hadirin diangkat menjadi penguasa Jepara bergelar Sultan Hadirin. Kemudian ayah angkatnya diangkat menjadi penguasa Jepara bergelar Sultan Hadirin. Kemudian ayah angkatnya diangkat menjadi Patih dan berganti nama menjadi Ki Juru Sungging Badar Duwung (Sungging berati pahat, Badar berarti batu badar/akik, Duwung berarti tajam). Pemberian nama “Sungging” diberikan karena ayah angkat .. Pangeran Hadirin adalah seorang ahli pahat n seni ukir.
Banyak tutur-tinular yg menceritakan bhw Ki Juru Sungging lah yg mmbuat hiasan ukiran di dinding-dinding masjid Mantingan. Pula ia lah orang pertama yg mmperkenalkan n mengajarkan keahlian seni ukir kpd penduduk di Jepara.
Di tengah kesibukannya sbg Mangkubumi Kadipaten Jepara, Badar Duwung msh sering mengukir di atas batu yg khusus didatangkan dr ngeri Cina.Krn batu2 dari Cina kurang mencukupi kebutuhan, maka penduduk Jepara memahat ukiran pd batu putih, sampai pd akhirnya merambah sampai ke kayu.
Kematian Sultan Hadirin Peristiwa ini bermula ketika Sunan Prawata, Raja ke-4 Demak, wafat karena dibunuh oleh utusan yang dikirim Arya Penangsang (1549 M), yang tidak lain adalah sepupu Ratu Kalinyamat yang menjadi Adipati di Jipang. Pada jenazah kakaknya itu Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus yang masih menancap. Dan perlu diketahui, bahwa Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam perebutan tahta sepeninggal Sultan Trenggono (1546).Hal ini sontak membuat Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat bergegas sowan ke Kudus
utk meminta penjelasan. Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kmatian kakaknya.Sunan Kudus pun menjelaskan bahwa semasa mudanya Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen (ayah Arya Penangsang),n menganggap wajar jika sekarang ia mendapat balasan yg setimpal.
Tentu Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus yg cenderung membela murid kesayangannya itu. Dia n suaminya pun mmilih untuk pulang ke Jepara. Namun nasib berkata lain.Di tengah perjalanan, Ratu Kalinyamat n Sultan Hadirin dihadang n dikeroyok oleh anak buah Arya Penangsang.
Pertarungan sengit pun terjadi. Namun naas, Pangeran Kalinyamat gugur dalam perlawanannya. Ratu Kalinyamat yang masih berkabung atas kematian kakaknya, semakin diremukkan hatinya karena melihat suaminya meregang nyawa dibunuh di depan kedua matanya.
Bertapa Telanjang Sambil membawa jenazah suaminya, Ratu Kalinyamat berhasil kabur dari peristiwa keji itu. Dengan susah payah dan kondisi tubuh yang kelelahan. Dengan duka yang mendalam. Setelah peristiwa pembantaian itu, Ratu Kalinyamat bersumpah akan menebus rasa malunya
dan meraih kembali kehormatannya. Atas keinginannya itu membuatnya bertekad untuk melakoni tupo wudo atau tapa telanjang, dan baru akan menyudahi lelakonnya tersebut setelah berhasil berkeset kapala Haryo Penangsang dan berkeramas dengan darahnya.Tidak sebentar,lebih dari 2 windu
Ratu Kalinyamat melakoni ritual bertapa telanjangnya itu. Mula-mulanya ia bertapa di Gelang Mantingan, sampai pada akhirnya berpindah ke Gunung Danaraja (Keling, Jepara). Harapan terbesar Ratu Kalinyamat ada pada adik iparnya, Hadiwijaya atau lebih kita kenal dengan nama
Jaka Tingkir (bupati Pajang), karena hanya ia yang kesaktiannya setara dengan Arya Penangsang. Akan tetapi, Sultan Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena pada dasarnya mereka berdua sama-sama anggota keluarga Demak.
Akhirnya ia mengadakan sayembara yang hadiahnya berupa Alas Mentaok (Mataram) dan Pati. Aryo Penangsang berhasil dibunuh melalui senapati perangnya, Danang Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) berkat siasat cerdik Ki Juru Mertani yang juga dibantu oleh Ki Penjawi.
Perang tanding itu terjadi dalam suatu duel di tepi bengawan antara Cepu dan Blora. Tubuh Arya Penangsang itu dipotong-potong menjadi beberapa bagian yang setiap bagian tubuhnya dikubur terpencar di berbagai pelosok Jawa Tengah.Karena berhasil menuntaskan sayembara, Sutawijaya
pun mendapatkan hadiah yang telah dijanjikan. Kelak di Alas Mentaok itulah Danang Sutawijaya akan membabat dan membangun sebuah dinasti yang sekarang dikenal sebagai Mataram, dan ia pun dikenal dengan nama kebesarannya sebagai Penembahan Senopati. Ritual yang dilakoni
Ratu Kalinyamat itu hingga kini masih menimbulkan berbagai penafsiran di masyarakat. Yang jelas, tapa tersebut benar-benar berakhir setelah Sultan Hadiwijaya menghadap Ratu Kalinyamat di Danaraja sambil menenteng kepala Adipati Jipang beserta semangkok darahnya.
Kepala Adipati Jipang itu benar-benar digunakan untuk berkeset oleh Ratu Kalinyamat, dan darahnya digunakan untuk mengeramasi rambutnya. Setelah terpenuhi apa yang menjadi nadzarnya, kepala Aryo Penangsang konon dibuang ke sebuah kolam yang terdapat di Desa Mantingan.
Fakta dan Makna di Balik Tapa Telanjang Ratu Kalinyamat Sampai sekarang yang masih menjadi pertanyaan besar di kalangan masyarakat adalah, apakah Ratu Kalinyamat dalam tapanya benar-benar telanjang alias bugil?Dalam Babad Tanah Jawi memang disebutkan bahwa Ratu Kalinyamat
“bersumpah tidak akan berbusana sebelum memperoleh keadilan Tuhan”, tetapi itu merupakan sebuah kiasan. Sedangkan maknanya yang sesungguhnya atau yang sebenarnya terjadi adalah bahwa Ratu Kalinyamat “menanggalkan atribut keratuannya sebagai bentuk protes atas kematian suaminya”.
Jadi, setelah membaca ini diharapkan tidak ada lagi salah tafsir mengenai makna ataupun kebenaran tapa telanjang yang dilakoni oleh Ratu Kalinyamat. Menjadi Ratu Jepara Setelah kematian Arya Penangsang, telah diraihnya kembali kini kehormatannya itu. Ia dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat. Penobatan ini ditandai adanya sengkalan “Trus Karya Tataning Bumi”, yang diperhitungkan sama dengan tanggal 12 Rabiul Awal atau 10 April 1549 M yang sampai kini diperingati sebagai hari jadi Jepara.
Selama 30 tahun masa kekuasaannya Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa Jepara kepada puncak kejayaannya. Jepara semakin berkembang menjadi Bandar terbesar di pantai utara Jawa, dan memiliki armada laut yang besar dan sangat tangguh.
Bahkan Ratu Kalinyamat setidaknya pernah dua kali menyerang Portugis di Malaka.Pada tahun 1551 M, Ratu Kalinyamat mengirim ekspedisi militer untuk membantu Raja Johor untuk menyerang Portugis di Malaka, yang berakhir dengan kegagalan. Pada tahun 1574 M, Ratu Kalinyamat kembali mengirim ekspedisi militer lagi untuk mengusir Portugis di benteng Malaka
membantu Raja Aceh. Selama memerintah di Jepara Ratu Kalinyamat berhasil mengembangkan Jepara menjadi pelabuhan internasional. Dia juga merintis ukiran sebagai seni khusus Jepara, setelah itu menjadi kegiatan ekonomi yg penting di Jepara.
(source: Ahmad AliBuni)