Kenapa Kita Kadang Berdoa dengan Ragu-ragu

 



Pernahkah kamu menutup mata, merangkai kata dalam hati, lalu memanjatkan doa… tapi di dalam dada ada rasa ganjil?

Rasa itu bisa berupa ragu—apakah Tuhan mendengar? Apakah aku layak meminta ini? Atau malah takut, bagaimana jika doa ini terkabul tapi ternyata aku belum siap menerimanya?

Keraguan dalam doa adalah pengalaman yang sangat manusiawi. Ia bisa muncul dari rasa rendah diri, luka masa lalu, atau bahkan kebingungan tentang apa yang benar-benar kita harapkan.
Tapi yang jarang kita sadari, ragu itu bukan penghalang doa. Ia justru bisa menjadi pintu masuk untuk kita mengenal diri sendiri lebih dalam, memahami hati, dan mendekat pada Tuhan dengan cara yang lebih tulus.

Buku Kenapa Kita Kadang Berdoa dengan Ragu-ragu karya Dian Nafi mengajak kita menelusuri perjalanan batin ini. Dengan bahasa yang hangat dan jujur, Dian mengurai mengapa keraguan hadir, bagaimana mengelolanya, dan bagaimana mengubahnya menjadi keyakinan.

Buku ini bukan sekadar bacaan, tapi teman yang menemani kita menapaki perjalanan spiritual. Membisikkan bahwa tak apa jika kadang kita ragu. Yang penting, kita tetap datang, tetap berbicara, tetap membuka hati.


Baca di sini 

https://play.google.com/store/books/details?id=yM99EQAAQBAJ

dan di sini

http://books.google.com/books/about?id=yM99EQAAQBAJ

Amunisi Luar Dalam

Amunisi Luar Dalam
Mau baca bagian lain dari Novel Sprint Master by dian nafi  juga?
Baca Bagian 1
Baca Bagian 2
Baca Bagian 3


Di kelas cerpen barusan, aku salah tingkah krn kok padha lihatin aku sambil senyum2 kenapa. Kuperbaiki sikap dudukku. Dari arah selatan ada yg senyum2 lagi sambil lihatin. Kuluruskan rokku. Pas dari arah utara ada yg senyum2 sambil nylethuk kacamatanya lucu. Aku baru sadar mrk memperhatikan kacamata yg kupermainkan di tangan. Kecil karena bisa ditekuk2 sampai tinggal seukuran lensa.

Seusai kelas cerpen, mrk tak beranjak dan terus mengajukan berbagai pertanyaan dan konsultasi. Now i know, ngobrol. adalah salah satu bagian menarik dan mungkin yg paling ditunggu sebagian peserta dlm sesi coaching. Krn mrk bisa talking about their spesific story n problem case

Sampai salah satu peserta (anak smp) terpancing dan menyampaikan sbnrnya dia ingin menulis peristiwa trauma yg dialaminya, tp merasa gak akan kuat menuangkannya. Pelupuk matanya merebak, & 17 org lain tercekat. Ya Allah, kelas menulis aja bisa seemosionil,gmn ntar Life Coaching

Kusampaikan,writing is healing. Menulis bs jd media menyembuhkan. Kuceritakan ada traumaku puluhan thn lalu, alhamdulillah sembuh stlh kutuangkan dlm novel. Teman2nya lgs mendukungnya. Ayo tulis, kamu bisa. Tulis aja utk dirimu sendiri, kataku, gak usah dikumpulkn klo itu rhsia

Jd mmg hrs siapkan amunisi mental, energi, spiritual, doa dst selain strategi utk siap dlm sesi life coaching ya. Wallahul musta'an. Laa haula wa laa quwwata illaa billahil aliyyil adzim. Hasbunallah wa ni'mal wakil ni'mal maulaa wa ni'mannashiir. Bismillah bismillah


Kemarin saat akhirnya aku upload flyer sosmed ke instagram tentang sesi coaching beberapa minggu lagi, guru nulis pertamaku komen mau daftar. Entah berapa kali dia pernah komen ke IG ataupun twitterku, tapi tidak pernah aku balas lagi sejak kesalahan yang dia lakukan pada salah satu teman yang kukenal via dunia maya juga. Tapi komen guru nulis pertamaku kemarin itu aku balas. Mungkin sebagai seorang coach, memang sudah seharusnya berdamai dengan apapun. Termasuk berdamai dengan perasaan memusuhi. Karena yang kita musuhi adalah kelakuannya. Dan setiap manusia yang pernah melakukan kesalahan, sebesar apapun, punya kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Apa kita mau mendahului dan melebihi Tuhan dalam menghakimi dan menghukum seseorang, sementara Dia saja Maha Pengampun.

Lalu seketika diriku flash back, menoleh ke belakang, ke masa dulu. Guru menulis pertamaku yang usainya sepuluh tahun lebih tua dariku, menjadi mentor dan coach-ku sepuluh tahun lalu. Maka jika hari ini aku menjadi mentor dan coach, berarti aku menjadi seperti dirinya di masa itu. Apakah aku sudah sebaik dirinya di kala itu. Mengeluarkan potensi terbaik untuk mendukung mentee dan coachee agar mampu mengoptimalkan talenta dan hidden power mereka. Itu yang menjadi PR ku kini.

Kebutuhan untuk tidak saja memiliki strategi terbaik namun juga harus sedia dengan energi melimpah demi tetap bisa utuh dan contentful, membuatku semakin sadar untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, berdoa sebanyak-banyaknya, tawakal se-pol polnya. Bismillah bismillah. Seperti seorang sprint master yang kudu full tank dengan amunisi luar dalam.

**
MAU BACA DRAFT NOVEL LAINNYA?
Teman-teman bisa ikut membaca Man Behind The Microphone dan 27 bagiannya di sini

Dua yang Tiga (Novel Sprint Master)

Dua yang Tiga (Novel Sprint Master)



Ini sebenarnya bagian ketiga dari Novel Sprint Master, tapi isinya kok banyak mengandung kata Dua. Gitu sih asal muasal judul postingannya :D

Masih harus terus lanjut mencicil (#eaaaa istilahnya boook :D) draft novel Sprint Master ya. Meski ada juga menyelip materi dan insight-insight lain sedikit. Tetap kami akomodir, nanti saat revisi dan re-write tinggal ditata lagi dan disrempet-srempetin lah biar nyambung :p

Mau baca bagian lain dari Novel Sprint Master juga?
Baca Bagian 1
Baca Bagian 2



**
Mnrtmu, apa yg menggerakkanku ke tempat itu. Dua kali dlm kurun yg berbeda, utk hanya bisa melihat dari kejauhan org yg sama.. Yg bahkan dlm mimpi, dia dan istrinya menolak kehadiranku. dan dia bahkan dua kali mematahkan harapanku krn kayaknya cuma php saat dimintai sponsor dan bahkan mengacuhkanku saat aku minta surat referensi. cuma surat lho, tapi aku dicuekin juga. sedih nggak sih.

(Tentang mimpi itu, mungkin aku harus menuliskannya secara khusus di postingan atau tempat lain. Intinya waktu itu memang semesta menarikku untuk mendekat dan melihat ada kemungkinan-kemungkinan, namun semesta pula yang memberikan alarm padaku untuk stop, berhenti sebelum memulai bahkan menjauh perlahan-lahan. Karena dalam beberapa kali mimpiku itu, seolah-olah aku datang ke base camp mereka sebagaimana banyak orang lain yang datang untuk menerima berbagai fasilitas dan kebaikan keluarga besar serta perusahaan mereka yang memang jiwa sosialnya tinggi. Namun dalam mimpi-mimpiku itu juga aku seolah bisa merasakan penolakan dari pasangan beliau agar aku tidak berjalan melebihi dari sebatas rekanan, kolega, teman, sahabat, keluarga. I can feel it. Very strong. JAdi meski isyaratnya hanya dalam mimpi, aku tahu diri dan memagari diriku sedemikian rupa sehingga berlaku sebagaimana seharusnya aku. Jaga jarak)

Kalau saja aku mendekat, apakah dia akan senang atau biasa aja atau kikuk? Krn dia pernah kikuk, dulu. Dua kali Pertama saat dia undang aku ngisi pelatihan di tempatnya. Kedua saat aku hadir ketika dia bikin pelatihan di kota sebelah kotaku. Aslinya aku selalu hadir tiap dia dtg n py gawe


Hanya dua kali yg terakhir ini sajalah yg aku datang tapi tak berani mendekat dan menyapa. Dan kusadari penyebabnya adlh pak bos terlihat makin rapi, stylish, modis dan mboys. Sementara aku makin tua, buluk dan serampangan cara berpakaiannya. Jauh jaraknya seperti bumi langit


Kenapa aku selalu keroyo royo untuk datang jauh jauh dari kota kecilku ke kota sebelah tempatnya berkegiatan, mungkin krn rasa berterimakasihku sebab dia salah satu guru nulisku yg dg sabar menunjukkan kesalahanku ber EYD. dan dg caranya dia memlethikkan ide di kepalaku,dan entah bgm serta dg mantra apa, dia sanggup membuatku mengeluarkan kemampuan terbaikku dalam menulis, mengeksekusi dan mengembangkan ide. Kurasa tingkat spiritual dan humanis juga leadershipnya yg tinggi itulah yang membuatnya sukses mengentaskan byk org, ngemong dan menyukseskan orang lain.


Oh ya, satu lagi, selain merasa berhutang budi pada beliau, kurasa aku juga masih merasa berhutang materi, sebab pernah menerima dua juta rupiah sebagai down payment novelku yang sudah kusetorkan draft nya waktu itu. Padahal tidak jadi terbit, tapi uangnya sudah masuk kantongku. He he he. Anggap saja itu sebagai uang sponsor yang sempat aku minta ya pak, tapi bapak urung memberikan. So, aku nggak perlu merasa berhutang lagi kan ya.


However, hutang budi itu sebenarnya jauuh lebih besar nilainya dari hutang material.


Aku rasa pak bos adalah bentuk lain dari sprint master juga. Kalau yang aku tulis dalam novel Sprint Master ini adalah sprint master dalam start up, pak Bos ini bahkan merupakan sprint master dalam kehidupan. Dua. Batiniah dan lahiriah. Duniawi dan ukhrowi. Dia tidak cuma mengajarkan tapi juga mencontohkan.





**
MAU BACA DRAFT NOVEL LAINNYA?
Teman-teman bisa ikut membaca Man Behind The Microphone dan 27 bagiannya di sini

Menu