Wirai dan Wirang: Dari Kemasygulan Menuju Keinsyafan

 Wirai dan Wirang: Dari Kemasygulan Menuju Keinsyafan


Setiap orang pernah merasakan kegagalan. Ada yang cepat bangkit, ada pula yang terjebak lama dalam kecewa. Saya sendiri pernah mengalami titik itu—ketika gagal lolos seleksi beasiswa doktoral, padahal sudah sampai tahap wawancara. Rasa masygul muncul: kecewa, bingung, sekaligus menyesali hal-hal kecil yang saya abaikan.

Dari situ saya mulai merenung. Mungkin kegagalan ini bukan semata soal persaingan ketat, tetapi juga soal bagaimana saya menjalani hidup sehari-hari. Tentang undangan yang tidak saya hadiri, doa yang penuh keraguan, kejujuran yang tertahan saat wawancara, bahkan hal-hal remeh seperti tidak mengembalikan pena kafe.

Dalam renungan itu saya teringat pada istilah pesantren: wirai dan wirang.

  • Wirai berarti berhati-hati, menjauhi yang meragukan, bahkan dalam perkara kecil.

  • Wirang berarti rasa malu—bukan malu karena dipermalukan, melainkan malu pada diri sendiri dan pada Allah jika sampai berbuat buruk.

Dari kegagalan itu, saya belajar bahwa hidup memang harus dijalani dengan hati-hati (wirai), agar tumbuh rasa malu yang menjaga kita dari keburukan (wirang). Dan justru dari masygul itu lahir keinsyafan, sebuah kesadaran baru bahwa setiap langkah kecil punya arti besar.

Buku “Wirai dan Wirang: Dari Kemasygulan Menuju Keinsyafan” lahir dari perjalanan batin ini. Isinya bukan teori, melainkan refleksi pribadi tentang bagaimana kegagalan bisa berubah menjadi pintu menuju kebijaksanaan.

Saya berharap, siapa pun yang membaca buku ini akan menemukan sesuatu: mungkin keberanian untuk jujur pada diri sendiri, mungkin ketenangan dalam menghadapi kecewa, atau mungkin sekadar pengingat bahwa hidup harus dijalani dengan penuh hati-hati.

Karena pada akhirnya, kegagalan hanyalah satu bab dalam hidup. Masih banyak bab lain yang menunggu untuk kita tulis—dengan wirai, dengan wirang, dan dengan hati yang lebih jernih.


Beli bukunya di sini

https://play.google.com/store/books/details?id=BER-EQAAQBAJ

http://books.google.com/books/about?id=BER-EQAAQBAJ


Menulis Memoar dan Biografi yang Menggugah

 Menulis Memoar dan Biografi yang Menggugah: Bukan Soal Terkenal, Tapi Soal Bermakna


Apa yang membuat sebuah memoar membekas dalam hati pembaca? Bukan karena tokoh utamanya selebritas. Tapi karena kisahnya jujur, menyentuh, dan ditulis dengan nyawa.

Menulis memoar atau biografi bukan hanya tentang kronologi peristiwa. Ini tentang memaknai luka, merayakan tawa, dan menyulam waktu menjadi kisah yang menyala.

Lewat buku "Menulis Memoar dan Biografi", Dian Nafi mengajak kita menyelami teknik, pendekatan, dan cara pandang baru dalam menulis memoar dan biografi. Bukan dengan gaya kaku atau datar, melainkan dengan alur yang reflektif, menyentuh, dan orisinal.

Di dalamnya, kita akan belajar:

  • Bagaimana mengenali momen-momen yang layak ditulis

  • Bagaimana menulis dengan gaya naratif yang hidup

  • Bagaimana mengolah luka dan perenungan menjadi kekuatan tulisan

  • Dan bagaimana menghindari jebakan cerita yang membosankan

Memoar dan biografi bukan hanya untuk orang terkenal. Mereka adalah warisan rasa dan makna, untuk diri sendiri dan generasi berikutnya.

Menulislah. Bukan untuk dikenang, tapi untuk memaknai.

📖 Temukan panduannya di buku ini.

https://play.google.com/store/books/details?id=Opx3EQAAQBAJ

http://books.google.com/books/about?id=Opx3EQAAQBAJ


Buku Baru Dian Nafi di Kampung Heritage Kajoetangan

Buku Baru Dian Nafi di Kampung Heritage Kajoetangan






Pagi itu saya berjalan pelan di lorong sempit Kampung Heritage Kajoetangan, jantung warisan tua di tengah kota Malang. Udara masih dingin, aroma kopi hitam menembus celah pintu rumah bata, suara radio Jawa terdengar dari beranda.

Di sinilah, di antara tembok-tembok bata peninggalan kolonial, saya memulai naskah buku ini:
Memoir Perjalanan dan Arsitektur.

Sebuah upaya kecil menulis ulang percakapan saya dengan rumah-rumah tua dan orang-orang yang menjaganya.

Kajoetangan bukan sekadar gang-gang sempit. Ia saksi bagaimana Malang tumbuh di tangan orang biasa: warga lokal, keluarga kampung, para penjual di warung sudut gang, bapak tua penjahit yang menempati rumah bergaya Indis peninggalan zaman Hindia Belanda.

Dulu, kawasan ini adalah permukiman elite Eropa — banyak rumah dirancang dengan sentuhan perencana seperti Thomas Karsten, arsitek legendaris yang menanam ide “kota taman” di Malang. Dinding bata yang tebal, jendela lebar, ventilasi tinggi — semua dibuat untuk memeluk iklim tropis, tapi tetap membawa rasa Eropa.

Sekarang, rumah-rumah itu diwarisi warga lokal Malang. Mereka bukan bangsawan kolonial, bukan tuan kebun — mereka orang kampung kota, yang tiap pagi menyapu teras, menjemur pakaian di halaman, membuka pintu lebar kalau tetangga butuh singgah.

Saya berbincang dengan ibu-ibu di beranda, mendengar cerita tentang kakek-nenek mereka yang dulu bekerja di rumah-rumah besar ini. Tentang bagaimana generasi sekarang merawat tembok-tembok yang catnya mulai rapuh, tapi tak pernah mereka relakan roboh. Tentang bagaimana kampung ini berubah jadi Kampung Wisata Heritage, di mana turis berjalan kaki menyusuri gang, memotret ornamen jendela, menengok mural sejarah, dan mampir minum teh di rumah warga.

Lewat buku ini, saya merangkai sketsa, foto, dan narasi pendek — semacam album jalan kaki — agar siapa pun bisa merasakan denyut Kajoetangan. Bahwa di balik tembok bata tebal itu, bukan hanya sejarah kolonial yang hidup, tapi juga semangat orang kampung untuk merawat warisan.

Di Kajoetangan, saya belajar arsitektur bukan hanya soal bentuk, tapi juga cara ruang bercerita. Rumah-rumah di sini bicara pelan — tentang adaptasi tropis, tentang politik ras di masa lalu, tentang ekonomi kota, juga tentang keberanian warga mempertahankan warisan meski zaman terus menekan.

Kalau kelak kau singgah ke Malang, jangan hanya mampir ke alun-alun. Sisihkan satu jam, berjalanlah di gang-gang Kajoetangan. Sapalah orang-orang kampung, tengok pintu kayu jati mereka yang masih berdiri di dinding bata, dan rasakan sendiri: di sini, kenangan masih bernafas di setiap tembok.

Dan semoga lewat buku ini, kita semua ingat — merawat bangunan tua, berarti merawat ingatan siapa kita.

Dian Nafi

Bisa dibeli di google play book atau google book

bit.ly/DNkayutangan

Surveyor dan Enumerator, Apa Bedanya?

Surveyor dan Enumerator, Apa Bedanya?



Dulu aku pernah menjadi surveyor di perusahaan AC Nielsen selama beberapa tahun. Lumayan banget sih pengalaman ini, tidak menyangka akan menjadi pijakan yang berharga dalam karirku sebagai peneliti (yang baru kusesap belasan tahun berikutnya). Pernah diminta tolong oleh Muslimat NU juga untuk menjadi enumerator dalam proyek riset yang dibuat oleh Badan Anti Terorisme. 

Nah! Pasti ada juga yang bertanya-tanya, apa sih bedanya surveyor dan enumerator?

Surveyor dan enumerator memiliki peran yang berbeda dalam proses penelitian atau survei, meskipun keduanya sering bekerja bersama dalam pengumpulan data. Berikut perbedaannya:

Surveyor

  1. Peran Utama: Bertanggung jawab atas perencanaan dan pengawasan survei.
  2. Tugas:
    • Merancang kuesioner atau instrumen penelitian.
    • Menentukan metode dan teknik pengambilan sampel.
    • Mengawasi dan melatih enumerator dalam pengumpulan data.
    • Melakukan validasi dan pengecekan kualitas data yang dikumpulkan.
  3. Tingkat Keahlian: Biasanya memiliki pemahaman mendalam tentang metodologi penelitian dan statistik.
  4. Posisi dalam Tim: Biasanya berperan sebagai supervisor atau koordinator dalam survei.

Enumerator

  1. Peran Utama: Bertugas mengumpulkan data langsung dari responden di lapangan.
  2. Tugas:
    • Melakukan wawancara atau observasi berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan.
    • Mencatat jawaban responden secara akurat.
    • Menjaga hubungan baik dengan responden agar data yang diperoleh valid.
  3. Tingkat Keahlian: Memerlukan keterampilan komunikasi yang baik dan ketelitian dalam pencatatan data.
  4. Posisi dalam Tim: Berada di tingkat operasional sebagai pelaksana survei.

Kesimpulan

  • Surveyor lebih fokus pada perencanaan, pengawasan, dan analisis data.
  • Enumerator lebih berperan dalam pelaksanaan dan pengumpulan data langsung di lapangan.

Dalam proyek besar, surveyor bertanggung jawab atas strategi dan kualitas data, sementara enumerator memastikan data dikumpulkan dengan benar sesuai prosedur.

Ketika Masyarakat Menjadi Pahlawan dalam Perubahan Iklim

 Ketika Masyarakat Menjadi Pahlawan dalam Perubahan Iklim



Pernahkah Anda mendengar tentang sebuah desa kecil di kaki gunung yang bertahan dari banjir besar karena warganya bersatu untuk membuat bendungan sederhana? Atau tentang sebuah komunitas pesisir yang menanam ribuan pohon mangrove untuk melindungi mereka dari gelombang pasang? Kisah-kisah seperti ini sering kali tidak diberitakan, tetapi mereka adalah bukti nyata bahwa masyarakat memegang peran penting dalam adaptasi terhadap perubahan iklim.

Buku saya, The Role of Society in Climate Change Adaptation, lahir dari inspirasi seperti itu—dari orang-orang biasa yang melakukan hal luar biasa. Saya selalu percaya bahwa masyarakat bukan hanya penerima dampak, tetapi juga aktor utama dalam membangun ketahanan.

Saat saya memulai riset untuk buku ini, saya bertemu dengan begitu banyak individu dan komunitas yang tidak menyerah pada keadaan. Ada petani di sebuah daerah kering yang menemukan cara menanam tanaman tahan kekeringan, nelayan yang mengubah metode tangkap agar lebih ramah lingkungan, hingga anak muda yang menggerakkan gerakan daur ulang di kota mereka.

Buku ini adalah kumpulan cerita mereka, dibalut dengan analisis mendalam tentang bagaimana masyarakat bisa menjadi pusat dari strategi adaptasi iklim. Saya menjelaskan:

  • Bagaimana kolaborasi masyarakat lokal dengan pemerintah bisa menghasilkan kebijakan yang relevan dan efektif.
  • Mengapa pendidikan dan kesadaran lingkungan sangat penting untuk membangun ketahanan kolektif.
  • Cara-cara kreatif yang digunakan masyarakat untuk mengatasi tantangan, seperti teknologi sederhana, kearifan lokal, dan inovasi berbasis komunitas.

Namun, ini bukan hanya tentang apa yang sudah dilakukan. Buku ini juga menjadi panggilan bagi kita semua. Kita adalah bagian dari masyarakat, dan kita punya kekuatan untuk berkontribusi. Adaptasi terhadap perubahan iklim bukan hanya tugas pemerintah atau organisasi besar; itu adalah tanggung jawab bersama.

Setiap tindakan kecil, setiap upaya lokal, adalah langkah besar menuju dunia yang lebih siap menghadapi tantangan iklim. Buku ini hadir untuk mengingatkan bahwa perubahan dimulai dari kita, dari komunitas yang bersatu, dari masyarakat yang peduli.

Mari jadikan buku ini panduan sekaligus inspirasi. Kita semua punya peran, dan saat kita bergerak bersama, kita bisa menjadi pahlawan untuk bumi ini. 🌍

#ClimateAdaptation #CommunityResilience #SustainableLiving #SocietyAndClimate #ActNow

Happy Climate Day!


Book Tile: The Role of Society in Climate Change Adaptation

Get the ebook here!

https://play.google.com/store/books/details?id=XF83EQAAQBAJ

http://books.google.com/books/about?id=XF83EQAAQBAJ

https://bit.ly/climatesocietyrole

https://bit.ly/climatecommunityrole




Buku Baru PLACE MAKING

 Buku Baru PLACE MAKING


Buku Baru PLACE MAKING ini melengkapi kursus place making yang dibuat oleh dian nafi,


Berikut link buku place making di google play 

https://play.google.com/store/books/details?id=Boz7EAAAQBAJ

link  buku place making di google books 

https://books.google.co.id/books/about?id=Boz7EAAAQBAJ&redir_esc=y

Kursus place making adalah program pembelajaran yang dirancang untuk memperkenalkan konsep, strategi, dan praktik yang terlibat dalam menciptakan lingkungan yang berfungsi baik dan menarik secara sosial, budaya, dan ekonomi. Fokus utamanya adalah pada pembentukan ruang publik yang ramah, inklusif, dan memenuhi kebutuhan komunitas.


Dalam kursus ini, peserta belajar tentang berbagai aspek yang terlibat dalam place making, termasuk:


Analisis Konteks: Memahami karakteristik fisik, sosial, budaya, dan ekonomi dari suatu lokasi atau lingkungan tertentu. Ini melibatkan studi tentang sejarah tempat tersebut, demografi penduduk, kebutuhan komunitas, dan tantangan yang dihadapi.


Partisipasi Masyarakat: Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Ini melibatkan berbagai metode seperti pertemuan publik, workshop partisipatif, dan survei pendapat untuk memahami aspirasi dan kebutuhan warga.


Desain Ruang Publik: Memahami prinsip-prinsip desain yang berorientasi pada manusia untuk menciptakan lingkungan yang nyaman, aman, dan menarik. Ini mencakup pemahaman tentang tata letak, elemen arsitektur, aksesibilitas, dan penggunaan material yang tepat.


Aktivasi Ruang: Mengembangkan strategi untuk membangkitkan kegiatan dan interaksi sosial di dalam ruang publik. Ini bisa melibatkan penyelenggaraan acara budaya, instalasi seni, atau pengaturan tempat yang mendukung kegiatan sosial dan kebudayaan.


Pembiayaan dan Pengelolaan: Mempelajari model pembiayaan yang berbeda untuk mendukung proyek place making, serta strategi pengelolaan yang efektif untuk menjaga keberlanjutan dan kualitas ruang publik seiring waktu.


Evaluasi dan Pembelajaran: Mengembangkan metrik dan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan proyek place making, serta belajar dari pengalaman untuk meningkatkan praktik di masa depan.

Happy #WomensDay

 Happy #WomensDay 



Selamat Hari Perempuan International

Berikut ini beberapa buku bertena perempuan karya Dian Nafi. 

Selamat membaca ya!


Buku Bicaralah Perempuan juga ada di 13 library luar negeri lho!

National Library Of Australia

Univ Hawaii

Leiden Univ

UC Berkeley

Univ California LA

Arizona State Univ

Univ Wisconsin Madison, US

Univy Michigan, US

Cornell Univ US

Ohio Univ US

Yale Univ US

Library of Congress, Washington, US.





berikut link-link untuk mendapatkan buku-buku seri perempuan tersebut
https://books.google.co.id/books/about/REIHA.html?hl=id&id=R22tDwAAQBAJ&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false






Pelatihan Menulis Buku Mahasiswa Unisfat

 

Pelatihan Menulis Buku Mahasiswa Unisfat


Seru banget pelatihan menulis buku bareng para mahasiswa! Jadi, tepat sehari sebelum aku harus wawancara visa Amerika di kantor kedutaannya di Surabaya, ternyata aku harus mengisi pelatihan menulis buku untuk mahasiswa Sultan Fakultas Sultan Fatah Demak.


Pagi itu, aku datang 10 menit sebelum jadwal, dan beberapa menit kemudian, beberapa mahasiswa datang. Alhamdulillah, jam 8 tepat, pelatihan segera dimulai. Sambil menunggu beberapa mahasiswa yang masih bertentangan satu persatu, aku buka acara pelatihan hari itu dengan meminta mereka memperkenalkan diri, menyebutkan nama, asal kampung, jurusan di Unisfat, buku yang pernah dibaca, yang paling berkesan, dan alasannya. Jika tidak punya buku berkesan, aku minta mereka menjelaskan film yang paling berkesan menurut mereka.


Setelah sesi perkenalan, kita mencari tahu seperti apa buku-buku yang sudah menginspirasi dan kemungkinan akan juga menjadi bentuk atau genre output tulisan yang nantinya akan mereka tulis. Kelas penulisan berlangsung dari jam 08.00 sampai jam 12.00 siang. Salah satu hal yang sering aku bagikan dalam sharing kepolisian adalah 5 kiat menulis Ala Dian Nafi: banyak membaca, banyak berlatih menulis, banyak mencari pengalaman, banyak melakukan brainstormingi dan diskusi, serta banyak kontemplasi atau merenung.


Dalam proses menulis buku, aku perkenalkan bahwa ada proses sebelum penulisan, yaitu mencari ide, mind mapping, brainstorming, membuat kerangka penulisan, mengembangkan kerangka penulisan menjadi sub-sub yang agak lebih detail, baru kemudian pengembangan. Dan setelah penulisan ada proses editing. Selanjutnya, teman-teman aku minta untuk langsung praktik menulis di tempat, dan mereka diminta untuk membaca hasil tulisan mereka.


PR setelah pulang dari pelatihan menulis buku  ini adalah mereka diharuskan menulis satu tulisan yang nantinya akan dijadikan antologi. Bunga rampai tulisan-tulisan anak-anak mahasiswa akan menjadi produk dari Unisfat Press. Senang  sekali melihat anak-anak sangat antusias dan bersemangat. Semoga kita mendapatkan tulisan-tulisan yang menginspirasi dari para mahasiswa yang sedang belajar menulis ini 

Research Roadmap Dian Nafi: Culture

Research Roadmap Dian Nafi: Culture

 Research Roadmap Dian Nafi: Culture

Fostering Creativity and Collaboration through Art and Culture Space Design


Creating Space For Growth: Fostering Cultural And Environmental Sustainability In Urban Development



Hybrid Cultural Festivals of Demak for Halal International Tourism


Hybrid Grebeg Besar and Syawalan for International Tourism of Demak


Islamic Architecture: Shaping Cultural Identity, Fostering Community Cohesion, And Promoting Inclusivity.


Masjid Agung Demak: A Manifestation of Local Culture Upholding Democratic Values


Coastal Integrated Zone Management for Sustainable Tourism and Cultural Preservation


Analisis Arsitektur Lawang Bledheg Di Masjid Agung Demak: Interpretasi, Mitos, Dan Nilai-Nilai Inkulturasi


The Identity of Demak: Unveiling Culture, Architecture, Heritage and Historical Significance


Literacy Festival for Text Workers Resilient 



DEMAK: Research Roadmap Dian Nafi

DEMAK: Research Roadmap Dian Nafi

 DEMAK: Research Roadmap Dian Nafi


Housing and Built Environment Models in Flood-Prone Areas: A Comprehensive Approach to Resilience


women empowerment at demak coastal region


Sustainable Architectural Innovation: Floating House Design for Demak Coastal Area


Demak Coastal Conflict Resolution



Efforts to Address Submerging Areas Due to Shrinkage and Tidal Flooding 


The Identity of Demak: Unveiling Culture, Architecture, Heritage and Historical Significance


Hybrid Cultural Festivals of Demak for Halal International Tourism


Hybrid Grebeg Besar and Syawalan for International Tourism of Demak


challenge and strategies for internationalizing Demak tourism


Analisis Arsitektur Lawang Bledheg Di Masjid Agung Demak: Interpretasi, Mitos, Dan Nilai-Nilai Inkulturasi


The Role of Women in the Preservation of Masjid Agung Demak: A Study of Attendance at Selosonan and Minggu Awal Gathering/Pengajian


Masjid Agung Demak: A Manifestation of Local Culture Upholding Democratic Values


Research Roadmap Dian Nafi: Community, Society

 Research Roadmap Dian Nafi: Community, Society


Research Roadmap Dian Nafi: Community, Society

Literacy Schools by Volunteer for Resilient Citizen


Ecopreneurship by Youth Communities


Community reading space for resilient city



Hybrid Paradox Strategy for Community Engagement

.

Hybrid Learning Space Models of Literacy Communities


Collaboration of literacy communities for creative city


Hybrid Paradox Approach of People Development for Human Resilience


Society-based reading space for resilient city


Literacy Festival for Text Workers Resilient 


Critics about Exclusivism of Some Religious Communities in Indonesia


Islamic Architecture: Shaping Cultural Identity, Fostering Community Cohesion and Promoting Inclusivity


The Role of Women in the Preservation of Masjid Agung Demak: A Study of Attendance at Selosonan and Minggu Awal Gathering/Pengajian


Masjid Agung Demak: A Manifestation of Local Culture Upholding Democratic Values


Architectural Agency in Humanitarian Crises: Toward Equitable and Inclusive Solution 

Kiat Public Speaking

Kiat Public Speaking


dian nafi

Alhamdulillah beberapa hari lalu dian nafi berkesempatan untuk mengisi workshop alias pelatihan menulis satu siswa satu karya di SDIT Islam Terpadu  Azzahra. 

Berikut beberapa kiat public speaking. Semoga bermanfaat!

Public speaking, atau berbicara di depan umum, bisa menjadi keterampilan yang sangat berharga dalam berbagai situasi, baik itu di tempat kerja, dalam presentasi, atau bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa kiat untuk meningkatkan keterampilan public speaking:

  1. Persiapkan Materi dengan Baik:

    • Riset dan pahami topik dengan baik sebelum berbicara.
    • Buatlah kerangka presentasi yang jelas dan logis.
  2. Kenali Audiens Anda:

    • Pahami siapa audiens Anda dan sesuaikan gaya komunikasi Anda dengan kebutuhan mereka.
    • Identifikasi perspektif dan kepentingan audiens untuk berbicara lebih relevan.
  3. Latih Materi Anda:

    • Latihan adalah kunci. Latih materi Anda sebanyak mungkin untuk membangun kepercayaan diri.
    • Rekam diri Anda atau berlatih di depan cermin untuk memperbaiki postur dan intonasi suara.
  4. Gunakan Bahasa Tubuh yang Positif:

    • Pertahankan kontak mata dengan audiens.
    • Gunakan gerakan tangan dan ekspresi wajah yang mendukung pesan Anda.
  5. Kendalikan Nervosisme:

    • Nervosisme adalah hal yang normal. Gunakan teknik pernapasan atau relaksasi sebelum berbicara.
    • Fokus pada pesan yang ingin Anda sampaikan, bukan pada rasa gugup.
  6. Memulai dan Mengakhiri dengan Kuat:

    • Mulailah presentasi Anda dengan pernyataan yang kuat atau pertanyaan menarik.
    • Akhiri dengan ringkasan atau kesimpulan yang kuat dan memotivasi.
  7. Gunakan Cerita atau Ilustrasi:

    • Cerita dapat membuat presentasi Anda lebih menarik dan mudah diingat.
    • Gunakan ilustrasi atau contoh konkret untuk menjelaskan konsep yang kompleks.
  8. Interaksi dengan Audiens:

    • Ajak audiens berpartisipasi, baik melalui pertanyaan, diskusi, atau keterlibatan langsung.
    • Pertahankan komunikasi dua arah untuk menjaga perhatian audiens. Jaga Waktu: Atur waktu presentasi Anda dan patuhi batas waktu yang ditentukan. Praktekkan presentasi Anda untuk memastikan sesuai dengan batas waktu yang diberikan. Pelajari dari Pengalaman: Tinjau rekaman atau catatan dari presentasi sebelumnya. Identifikasi area yang perlu ditingkatkan dan pelajari dari pengalaman tersebut. Kenali Ruang dan Peralatan: Kenali ruangan tempat Anda akan berbicara. Periksa peralatan audio dan visual sebelum presentasi untuk menghindari masalah teknis. Terima Umpan Balik: Terima umpan balik dari audiens atau rekan kerja setelah presentasi. Gunakan umpan balik tersebut untuk terus memperbaiki keterampilan public speaking Anda. Public speaking adalah keterampilan yang dapat ditingkatkan dengan praktek dan kesadaran diri. Dengan menerapkan kiat-kiat ini, Anda dapat membangun kepercayaan diri dan efektivitas dalam berbicara di depan umum

Untuk mengikuti kursus-kursus dan kelas-kelas pelatihan di Hasfa Institute, klik bit.ly/udemydiannafi



 

Kelas Sociopreneurship

 Kelas Sociopreneurship



Kursus Sociopreneurship mencakup cara memadukan aspek kewirausahaan dengan dampak sosial yang positif. Ini bisa melibatkan pembelajaran tentang bagaimana memulai dan menjalankan bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga berkontribusi pada perubahan sosial atau lingkungan yang positif.


Topik yang dibahas dalam kursus ini termasuk:

Pengenalan Sociopreneurship: Definisi, sejarah, dan filosofi di balik konsep ini.


Strategi Kewirausahaan Sosial: Cara mengidentifikasi peluang bisnis yang dapat memberikan dampak sosial positif.


Model Bisnis Berkelanjutan: Menciptakan model bisnis yang menggabungkan keberlanjutan finansial dengan dampak sosial.

Inovasi Sosial: Bagaimana mengembangkan solusi inovatif untuk masalah sosial atau lingkungan.


Manajemen dan Pengukuran Dampak Sosial: Cara mengukur dampak sosial dari bisnis dan proyek.


Studi Kasus: Melihat pada contoh nyata dari perusahaan atau inisiatif sosial yang telah sukses dalam menerapkan konsep sociopreneurship.


DAFTAR SEKARANG!

via link ini

https://bit.ly/sociopreneurDN


atau langsung klik https://www.udemy.com/course/sociopreneurship/

Who Are Your 12 Partner

Who are your 12 partner


Kira-kira kalau ber-12, siapa aja geng-mu? Grup pba itu juga 12,
geng motor prediksi 13,
joms jogja yg mau kutulis novelanya itu 11,
nabi yusuf juga 12 saudaranya,
murid yesus juga 12,
pengikut setia sultan fatah juga 12,
wali songo aja sih yang 9.

Ternyata joms nya bukan 11, tapi 14

Geng mba tita juga 11

Raffi ahmad juga angkut team ke NY. Hampir 12 juga.

Pemikiran tentang 12 ini berawal saat nonton geng Erigo ke New York Fashion Week.
Ada12 influencer lagi yg berangkat, seperti tahun kmrn. Tapi hanya 1 orang sama yg berangkat lagi. Enzy bejo beut (belakangan kita tahu karena Enzy orang yang kenal orang dalamnya kedutaan hehe)


Kira-kira kalau ber-12, siapa aja geng-mu?

*btw, insya Allah mudah-mudahan bakal jalan ke 12 kota nih. Aamin.
doain yaaa...

Menu