Ilmu Komunikasi Untuk Menulis Fiksi

Ilmu Komunikasi Untuk Menulis Fiksi

Tempat Kerja, Tim, Pertemuan Bisnis

baca juga:
Tips Menulis Novel: SUBPLOT
Tips Menulis Novel: PLOT
Tips Menulis Novel: PREMIS
Menarik memang cara kerja memori

Sbnrnya, ini salah satu yg dikerjakan oleh penulis fiksi. Main2 dg ingatan sendiri n ingatan narator/tokoh lewat rekayasa alat2 linguistik.
Sepertinya, belajar ttg cara kerja memori (secara ilmiah) jadi fardhu ain hukumnya buat penulis fiksi. Ini kek sejenis akar utk menentukan respon2 narator/tokoh atas suatu kejadian secara behavioral & psikologikal. Skali2 coba iseng googling: How Human Memory Works


baca juga:
Karakter Dan Plot

Kiat Membuat Hook Novel
Menulis Ide dan Draft
Judul atau Naskah Dulu?
Mahasiswa, Mengetik, Keyboard, Teks

Oiya, ada dua buku dasar Ilmu Komunikasi yg (secara gak sengaja) berpengaruh besar sama cara saya nulis hari ini. Anak Ilkom pasti tau. Brent D. Ruben & Lea Stewart - Communication and Human Behavior; dan Richard West & Lynn H. Turner - Introducing Communication Theory.

Dua buku itu kek jangkar utk gw belajar selanjutnya. Pas kuliah dulu, gw sampai terngangah2
Njrit, teori2 komunikasi ini bisa menjelaskan apa yg selama ini gw anggap terjadi secara begitu saja. Salut buat para penelitinya.
Tau fenomena semacam ini?
Ada orng ngomong sama pacarnya: "Aku mau mandiri, gak usah bantu". Tapi, pas pacarnya sama sekali gak nawarin bantuan, dia ngambek
Sbnrnya apa yg terjadi? Fenomena ini ada penjelasannya dlm Relational Dialectics Theory. Ada polanya. Seru, kan

Startup, Bisnis, Orang Orang, Siswa
baca juga:
Tips Menulis Novel: PERGERAKAN
Tips Menulis Novel: WRITER'S BLOCK
Bagaimana Menghidupkan Adegan?


Atau, fenomena ini: Kamu liat temen sedang sedih. Kamu paksa cerita, dia nggak mau. Akhirnya kamu ngomong ngalor-ngidul. Eh, tanpa dipaksa dia malah cerita. Ini apa? Ini dijelaskan sama Social Penetration Theory
Hampir semua fenomena komunikasi yg terjadi sama manusia, udah dijelaskan bagaimana terjadinya oleh para peneliti. Kita bisa pakai, kalau mau. Tambahannya adlh fenomena2 emosional di balik perilaku yg bisa dipelajari lewat psikologi/psikiatri.
Kamu prnh tau fenomena ini? Ketemu orng di kereta luar kota, dia nanya: Habis ini stasiun apa? Kamu jawab, trus nanya balik: Memangnya mau turun di mana? Dia jawab nama daerah yg sama. Lalu, kamu bisa mulai ngobrol. Ini apa? Ada penjelasannya di Uncertainty Reduction Theory.
Uncertainty Reduction Theory bermanfaat banget utk membangun adegan Meet-Cute yg sering muncul di film2 romantis. Sempet nonton Before Sunrise? Yg dua tokohnya ketemu di kereta? Adegan itu salah satu contoh bagus bagaimana Uncertainty Reduction Theory bekerja dalam konteks.
Pertemuan, Coffee Shop, Orang Orang
baca juga:
Tips Menulis Novel: ENDING
Tips Menulis Novel: NARATOR
Tips Menulis Novel: PANTSER atau PLOTTER

Jadi, kalau kita anak komunikasi dan/atau psikologi, sbnrnya kita udh pegang modal dasar utk nulis fiksi. Dua bidang ilmu ini adalah dasar hampir di semua adegan dalam fiksi. Cara mewujudkannya ke naskah, ya, pakai Ilmu Bahasa.
Sisanya dipenuhi pakai riset khusus tergantung tema. Misal: Ceritanya ttg atlet. Ya risetlah tth kehidupan atlet. Pola komunikasi antar tokoh dan fenomena psikologisnya akan begitu2 aja accross all genre.
Hampir semua fenomena manusia dan bagaimana manusia berinteraksi dg dunianya sudah diteliti sama para peneliti2 hebat di seluruh dunia. Tidak ada fenomena yg benar2 baru. Kita—penulis fiksi—sebenrnya cuma merekayasa & memodifikasi pola2 itu agar sesuai dg tujuan kita menulis.
Ada aksioma dalam Ilmu Komunikasi: Human can not not communicate. Kita tidur sendirian dalam hutan. Berkomunikasi, gak? Tetep berkomunikasi, karena ada satu level komunikasi paling bawah yaitu Intrapersonal Communication—komunikasi dg diri sendiri.

Teori bisa sangat memusingkan. Tapi, pusing adalah konsekuensi logis yg harus diambil oleh semua penulis ketika memutuskan utk menulis. Kenapa pusingnya tanggung2?

temukan penjelasan teoretik ttg bagaimana sebuah fenomena bisa terjadi.

Karena: "Mengapa dan Bagaimana" adalah dua pertanyaan yg PASTI HARUS dijawab oleh seorang penulis fiksi dalam ceritanya.
Tangan, Kebebasan, Ibadah, Pria



baca juga:
Spektrum Karya

Prolog dan Epilog
Kiat Membuat Plot Twist

Menulis Fiksi adalah Aksi Komunikasi. Apa yg trjadi saat kita menulis naskah fiksi? Sebenarnya kita lagi ngapain?
semua orang sudah punya ide dan cerita, tapi tidak semua orang tau bagaimana menceritakannya. Bagian terpenting dr cerita adlh penceritaan
pas mulai belajar sesuatu, kita harus tahu dulu, sbnrnya apa yg sedang dipelajari dan bagaimana cara belajarnya. Sblm belajar, belajar dulu caranya belajar. Klo gak, kita cuma buang2 waktu.
ada banyak cerita yg menyentuh perasaan saat sedang DIBACA. Dan, pertanyaan pertama gw adalah: Apakah perasaan yang sama muncul saat sedang DITULIS? Membaca dan Menulis beda, kan? Waktunya aja beda. Kegiatannya beda. Cenderung dilakukan oleh orng yg beda.
apa hubungan proses penulisan dg proses pembacaan? Jelas, hubungannya nggak langsung. Penulis & Pembaca TIDAK terhubung scr langsung. Ada variabel antara, yaitu: NASKAH. Penulis TIDAK BISA terhubung langsung ke pmbaca. Penulis terhubung langsung sm naskah.
proses menulis-naskah-membaca sbg proses komunikasi. Encoding-code-decoding. Jadi, proses ini gak lebih dari: "proses pembuatan kode oleh penulis untuk menyampaikan pesan kepada pembaca."


baca juga:
Karakter Yang Tidak Hitam Putih
Tips Menulis Novel: DIALOG
Fakta dalam Fiksi

Mahasiswa, Mengetik, Keyboard, Teks

Jadi, cuma ada TIGA bagian besar dari proses penulisan yang sekiranya perlu diperhatikan penulis: 1. Proses analisis sasaran komunikasi; 2. Proses Pembuatan Kode Linguistik; 3. Proses pengiriman kode. Apapun mediumnya (novel, puisi, cerpen, dsb), modelnya PASTI selalu itu.
Di zaman ini, tiga tugas di atas disederhanakan: 1. Tugas Analisis Pembaca dilakukan Editor. 2. Tugas Pengiriman Naskah dilakukan Pemasaran Penerbit. Artinya? Tugas UTAMA penulis HANYA di proses penciptaan kode. (Walau, sering ada hal non-utama yg dibebankan ke penulis jg)
Gw suka sama hal2 yg sederhana (walau gw jg menemukan, sering utk bertindak sederhana, kita harus mulai dg proses berpikir yg rumit). Termasuk saat gw belajar menulis. Sampai level tertentu, kalau sesuatu rumit, cenderung ada yg salah, baik dlm sistemnya atau pemahamannya.
Gw berkali2 ikut workshop menulis. Dan gw malah sering menemukan glorifikasi kerumitan dunia menulis. Apa yg sebenarnya membuat rumit? Dari hasil pengamatan gw sebagian besar kerumitan itu justru muncul dr hal2 yg gak ada hubungan sama proses menulis. Alias: MITOS.

Dan hampir semua mitos yang saya temukan terkait dengan satu hal: PERASAAN. Misal: Perasaan Penulis berhubungan sama cara pbaca menginterpretasi naskah. Dan, writer's block. Dua itu saya anggap sebagai mitos yg seharusnya dipecahkan.


baca juga:
Tips Menulis Novel: Tanda Kutip
Tips Menulis Novel: ADVERBIA
Tips Menulis Novel: EMPATI dan GESTUR
Tips Menulis Novel: Manajemen Kepenulisan

Makanan, Minuman, Orang Orang, Dewasa

Untuk secara fokus mempelajari cara membuat kode linguistik (menulis), semua mitos2 yg ada perlu dibuang dulu. Mitos2 menganggu proses pembelajaran itu. Karena, sering penulis malah fokus sama mitosnya. Like: Perasaan Patah Hati membuat tulisan lebih bagus. Gw: Hah? How come?
Mau seribu kali patah hati, kalo kita gak bisa bangun struktur dan kalimat yang bisa MENIRU model situasi patah hati, ya gak akan bisa dideteksi pembaca. Plus, dg pbaca yg makin skeptis (saking banyaknya tulisan macam ini), tanpa teknik yg baik, patah hati jd meaningless.
Artinya: penulis bukan cuma terbeban dg kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan teknik menulis untuk mengirimkan pesan. Melainkan, kemampuan untuk menggunakan teknik2 yg ada dg cara2 BARU. ATAU, kita akan terus menemukan tulisan2 berbeda yg terasa sama saja
Ini serius. Kalau ada yg merasa Patah Hati-nya sangat luarrrr biasa sampai merasa bahwa cuma dia yg bisa merasa seperti itu dan orang akan tertarik membaca krn itu. Percaya: Patah Hati selalu sama saja. CARA nulisnya yang perlu berbeda. Dan, ini PENTING.
Penulis bukan sedang berlomba2 siapa yg lebih dalam patah hatinya, melainkan MELAWAN KLISE dg menggunakan teknis menulis hingga mhasilkan karya yg bisa dipertanggungjawabkan. Dan inilah salah satu hal yg perlu diperjuangkan oleh penulis lewat pembelajaran yg gak akan selesai.
baca juga:
Tips Menulis Novel: REALITAS FIKSI
Tips Menulis Novel: POV
Kiat Mencipta Adegan
Sedih, Gadis, Kesedihan, Patah Hati



baca juga:
Minder Setelah Baca Buku Bagus?
Tips Menulis Novel: KLIMAKS
Fiksi atau Non Fiksi
sumber: wisnucuit

Kiat Mencipta ADEGAN

Kiat Mencipta ADEGAN




Adegan adalah hasil campuran unsur intrinsik cerita yaitu: POV, Setting, Karakter, dan Plot. ADEGAN tuh kek es campur. Buah, es, sirup, dsb, ada di dalamnya.

Tukang Es-nya adalah Narator. Penulis adalah pencipta resep yg menentukan takaran bahan.
Dalam Adegan, unsur2 intrinsik tidak muncul secara sendiri2, melainkan menjadi satu kesatuan yg utuh dan tidak terpisah2. Most of unsur intrinsik LARUT dalam adegan. Bagaimana cara melarutkannya?
Kelarutan komponen intrinsik dlm adegan2 menunjukkan DUNIA FIKSI. Kita gak nyebut Es, Sirup, Buah, dsb satu per satu lagi. Kata "Es Campur" sesungguhnya menggambarkan HUBUNGAN semua unsur penyusunnya. Totalitas adegan menggambarkan hubungan unsur2 instrinsik cerita.


baca juga:

Minder Setelah Baca Buku Bagus?
Tips Menulis Novel: KLIMAKS
Fiksi atau Non Fiksi

Semua komponen intrinsik harus punya hubungan jelas dan mengikat. Komponen yg salah tempat akan bikin adegan jd janggal. Sama seperti memasukkan Petai (stinky bean) ke es campur. Mau smua komponen udah bener, kehadiran Petai bakal bikin kita ragu. Eh, itu es campur/bukan?
Bisakah begitu saja memasukkan unsur instrinsik dlm adegan? Jawabannya: TIDAK. Kok? Pernah liat tukang es bikin es campur? Apakah dengan punya semua bahan kita bisa bikin es campur? Ada alat utk mencampurnya.


Walau punya semua bahan, tanpa MANGKUK/GELAS/WADAH, es campur tidak akan pernah jadi. Masukkan dulu bahan ke wadah, proses, baru bisa jadi es campur. Unsur Adegan perlu dimasukkan dulu ke wadah yg namanya MODEL SITUASI (MS).


Model Situasi bekerja di semua lini cerita, Premis sampai adegan. Cerita sbg Narasi sbnrnya cuma punya 3 lapisan:1. Premis: Totalitas Cerita.2. Plot: Sekuens dlm cerita yg menunjukkan sebab-akibat.3. Adegan: Urutan kejadian yg membentuk Plot

baca juga:

Tips Menulis Novel: PERGERAKAN
Tips Menulis Novel: WRITER'S BLOCK

Model Situasi dalam Adegan. Model situasi adalah pola dasar masuk akal ttg URUTAN kejadian dlm sebuah adegan. Contoh: Berapa film yg ada adegan makan di restoran? TIDAK terhitung! Apa yg bikin masing2 beda? Model situasi makan di restoran DITUMPUK dg Model situasi lain.




Contoh:
1. Restoran + Nembak Pacar.
2. Restoran + Putus Pacar
3. Restoran + Menerima Telpon
4. Restoran + Diserbu mafia. 

Pola Restorannya selalu sama, Model situasi TUMPUKAN-nya yg bikin berbeda. Makin banyak MODEL SITUASI yg bekerja, adegan makin kompleks dan terasa beda.


Apa itu ADEGAN? 

Adegan adalah komponen terkecil cerita yg masih mengandung cerita, memiliki awal dan akhir (ada entrance n exit). Unsur pembentuknya: 1. Karakter 2. Setting 3. Aksi. 4. Emosi/logika 5. Dialog/monolog


Kalau adegan kita terasa sama, mainkan kelima unsur itu. Ubah salah satu atau semuanya. Adegan otomatis berubah. Contoh: 1. Nembak pacar + Restoran 2. Nembak pacar + Naik busway SETTING adalah kunci penting adegan. Tanpa setting, karakter tidak akan bisa bergerak. Contoh:


1. Nembak pacar + Restoran

2. Nembak pacar + Naik busway 


SETTING adalah kunci penting adegan. Tanpa setting, karakter tidak akan bisa bergerak.


Misal: Adegan Horor Kuntilanak.
Apa yg bisa beda? Adegan2nya.
1. Pertama urutan adegan dlm Plot.
2. Model situasi (Ingat unsur adegan).
Di mana biasanya? Pohon bambu? Beringin? Pohon asem? Biasa.
Pindahin Kuntilanaknya ke balik semak2 mawar.
Kesan adegan lamgsung berubah


Model situasi restoran SELALU:
1. Datang. Duduk.
2. Pelayan ngasih menu.
3. Pelayan pergi, pilih menu.
4. Pelayan datang. Pesan.
5. Makanan datang. Pelayan pergi.
Dst.
Skrg tumpuk dg Berantem Kungfu.
Dia makan sambil berantem. Tumpuk lg dg sambil nelpon




baca juga:

Tips Menulis Novel: Tanda Kutip
Tips Menulis Novel: ADVERBIA
Tips Menulis Novel: EMPATI dan GESTUR
Tips Menulis Novel: Manajemen Kepenulisan

Alias: Adegan2 membentuk kejadian dlm Plot. 

Kalo hubumgannya jelas. Barulah pbaca akan dpt totalitas cerita, yaitu Premis. Alias: Plot > ringkasan dr seluruh adegan. 
Premis > ringkasan dr semua titik plot. 
Ketiganya: Kakek/Nenek > Ortu > Anak. 
Satu garis keturunan.

Proses membaca & Proses Menulis berkebalikan. Penulis mulai dr Premis lanjut ke cerita. Pembaca mulai dari cerita & berakhir di premis stlh selesai baca. Pun, karakterisasi. Pmbaca baru akan liat karakterisasi tokoh stlh tahu smua respon tokoh.


Sperti yg disampaikan di atas, unsur adegan yg tidak perlu, akan membuat kejanggalan, KECUALI terlihat hubungannya. Artinya: titik plot yg tidak mendukung premis harus dihapus; begitu pun adegan yg tidak mendukung plot.


Tau Epigenetis? Ini istilah biologi ttg gmn ekspresi gen terjadi. Ortu rambut kriting bikin anak bawa gen rambut kriting, tapi EPIGENETIS bisa bikin rambutnya tetap lurus. Adegan adlh epigenetis dr "gen" unsur Intrinsik naskah. Plot & Karakter bisa mirip. Adegan yg bikin beda


baca juga:
Karakter Dan Plot

Kiat Membuat Hook Novel
Menulis Ide dan Draft


Inti dari CERITA adalah PLOT. Plot masih bisa dinikmati walau keterangan ttg karakter sangat minimal. Bahkan, kalopun tidak ada keterangan apa2 selain kata "DIA". Tapi, tidak sebaliknya. Karakterisasi saja = BIODATA


Mana yg cerita? 

1. Si A lahir, dididik bapaknya yg tentara, menolak perintah bapaknya jadi tentara, kabur dari rumah, cari uang sendiri utk biaya kuliah, jadi Dokter 
2. Si A: Perempuan, bercita2 jd dokter, Pemberontak, Pintar, Cantik, suka kucing. 
Jelas no.1 krn itu PLOT


Ini yg sering bikin penulis (apalagi masih baru) tersesat. Mereka tidak sadar kalo mereka sebenarnya BUKAN sedang membangun karakterisasi, mereka cuma membangun BIODATA. Lalu, kelimpungan sendiri pas akan menjadikan karakter itu bergerak dlm cerita.



baca juga:

Tips Menulis Novel: ENDING
Tips Menulis Novel: NARATOR
Tips Menulis Novel: PANTSER atau PLOTTER
Bagaimana Menghidupkan Adegan?
Judul atau Naskah Dulu?

KARAKTER (beserta karakterisasinya) adalah salah satu unsur pembentuk adegan. Ada 5 unsur adegan. 


4 lainnya adalah: 
2. Setting.
3. Aksi.
4. Emosi

5. Dialog/monolog 


Di TEKS, cuma satu unsur intrinsik yg muncul literal >>> SETTING (waktu/tempat). Sisanya larut dlm adegan.


Karakter (Tokoh) akan muncul tidak lebih dr nama, sedikit deskripsi fisik & posisi dlm cerita (misal: Ibu). Karakterisasinya dilarutkan dlm adegan. KECUALI penulisnya mau bertingkah kek petugas sensus penduduk, nyebutin semua sifat tokoh secara literal
please, don't do it


Setting adalah DASAR dari MODEL SITUASI (MS). Tanpa Setting kita tidak akan bisa membentuk MS, yg buntutnya tidak akan bisa membentuk adegan. Tanpa Setting adegan kita cuma berisi dialog dan curhatan benak si tokoh. GERAK tokoh bergantung pd SETTING.
Skrg bayangkan. Plot: Si A ngajak si B pacaran. Tanpa setting, apa yg muncul? Ya, cuma dialog 2 org + curhat2 di deskripsi ttg betapa deg2annya mrk. Skrg pake Setting: Restoran? Kantin? Halte Transjakarta? Kita bisa langsung liat kemungkinan urutan kejadian dlm adegan, 'kan?

baca juga:

Tips Menulis Novel: SUBPLOT
Tips Menulis Novel: PLOT
Tips Menulis Novel: PREMIS




MS adalah urutan logis yg menjadi pola dasar bagaimana sebuah kejadian berlangsung.


MS naik busway:
1. Naik JPO
2. Berhenti di mesin Tap.
3. Ngetap kartu duit.
4. Masuk halte
5. Nyari gate
6. Antri
7. Naik bus.

Remeh? Eits. 


1. Naik JPO
2. Masuk halte.
3. Antri
4. Nge-tap kartu
5. Nyari gate
6. Berhenti di mesin Tap
7. Naik bus 

Apa yg terjadi? 
Ya jelas, jadi NGGAK LOGIS, karena ... MS adalah POLA TETAP sampai penulis memasukkan KEJADIAN TAMBAHAN sbg argumen perubahannya. 

Premis: Si A ingin jadi dokter tapi dihalangi bapaknya lalu berhasil jadi dokter dg biaya sendiri 
Skrg sy balik: Si A berhasil jadi dokter dg biaya sendiri tapi dihalangi bapaknya lalu ingin jadi dokter. 
Pusing, 'kan? 
Misal:
1. Si A masuk halte
2. Si A bengong, inget kejadian sblmnya.
3. Si A naik JPO. 

Poin no.2 bikin pola bisa DITULIS terbalik walau sbnrnya MS-nya ttp urut.





baca juga:
Spektrum Karya

Prolog dan Epilog
Kiat Membuat Plot Twist

Karakterisasi TIDAK CUKUP dg bikin list biodata. Ini gen. Bnyk tokoh bisa punya biodata serupa. Tanpa PLOT, SETTING, & ADEGAN, epigenetisnya hilang. Dia jd tak terlihat. Epigenetis tokoh muncul melalui RESPON thdp MODEL SITUASI dlm Adegan. Respon tokoh = KARAKTERISASI-nya.

Di sini letak IMAJINASI. Kita perlu bayangin serangkaian kejadian tempat tokoh menunjukkan respon utk menemukan Karakterisasi-nya. Misal dlm antrian di Transjakarta. Kek apa respon tokoh? Antri biasa? Nyelak antrian? Bentak2 org yg nyelak? Alias? AKSI & EMOSI << Unsur Adegan.
apa itu cerita? Simpelnya: serangkai KEJADIAN bersebab-akibat yg punya urutan kronologis di sebuah setting yg jd ALAT penulis utk mnyampaikn pesan. Garis bawahi: KEJADIAN.


Kejadian adlh tempat tokoh mengalami peristiwa dg dunia di luar dirinya beserta respon fisik & emosionalnya. Dlm fiksi, kejadian itu harus signifikan utk mnggerakkan plot. Bukan smbarang kejadian tokoh ngobrol2 ngalor ngidul. Penulis memilih kejadian PENTING sbg ISI dr ADEGAN.

PERASAAN sedih (or else) BUKAN ADEGAN. Syarat KEJADIAN adlh ada peristiwa berurutan yg bisa dideteksi scr FISIK oleh NARATOR dan/atau TOKOH. Dlm fiksi, Kejadian yg tidak trlihat/trdengar Narator = TIDAK TERJADI. Narator adlh SAKSI yg melaporkan kejadian ke pbaca via POV-nya.

Kejadian mensyaratkan adanya GERAKAN dan gestur dari satu tahap ke tahap lain. Di atas, kita ud ngomongin MODEL SITUASI (MS). MS adlh patokan dasar dari gerakan tokoh. MS jg adalah WADAH tempat kita memasukkan 3 unsur adegan: AKSI, EMOSI & DIALOG.

Di sinilah peran besar POV sbg unsur Instrinsik. Ada SUDUT PANDANG yg membuat GERAKAN tokoh bisa dipersepsi & diceritakan ulang oleh NARATOR dan/atau TOKOH kpd PEMBACA Lalu, pbaca MEMINJAM alat indra milik Narator/Tokoh utk mengikuti gerak fisik & perubahan emosional yg trjadi.

Hindari nulis adegan cuma "Biar bisa dibayangin". Iya. Fiksi ditulis emng biar bisa dibayangin. Masalahnya BUKAN itu. Masalahnya: Apa yang dibayangin? Klo adegan cuma berisi kejadian meaningless, ya gak usah protes klo tokoh kita jd nggak penting.

Walaupun Aksi, Emosi, & Dialog adlh 3 hal terpisah, tp sbnrnya mereka satu. Ini yg bikin a little bit tricky. Aksi: gerak Fisik semua tokoh yg terlibat dlm Setting & MS-nya. Misal: Di resto. Siapa yg terlibat? Tokoh, Pacar, dan Pelayan. Aksi mrk ber-3 harus simultan.

Kita balik dulu ke kejadian meaningless alias REMEH. Apa itu? Kejadian REMEH adalah kejadian yg cuma berisi SATU MODEL SITUASI DASAR yg muncul akibat SETTING. Misal: Di Resto. Pesen makanan. Makan. Pulang. Udah. Ini remeh. Buat apa pembaca merhatiin orang makan2 doang?

Biar gak remeh, minimal ada 2 (dua) MS yg bergerak bersamaan. 

MISAL: Tokoh di Restoran mau putusin pacarnya. 
Jadi ada 2 (dua) MS di sana. 
1. MS Makan di Resto.
 2. MS Putusin Pacar 
Masing2 punya urutan, lalu: DITUMPUK. 
Makin bnyk MS yg ditumpuk makin rumit isi adegan.




Next: EMOSI. 

Catat: TIDAK ADA EMOSI DALAM NASKAH. Karena, TEKS isinya cuma huruf2, kata, dan kalimat. Penulis harus sadar bahwa NASKAH TERTULIS kehilangan banyak petunjuk emosi. Tidak ada intonasi suara, tidak ada petunjuk visual, tidak ada sentuhan, dsb. Semua cuma kata.

Jadi apa sebenarnya EMOSI yang dimaksud? 

Ada 2: 
1. Kalimat yang menggambarkan GESTUR TOKOH saat BER-AKSI berdasarkan pengamatan Narator. 
2. Kalimat yg berisi pernyataan penjelas, berisi maksud/makna dr gestur yg diceritakan narator. Alias Pernyataan BENAK.

Deskripsi Makna dr gestur Tokoh (penjelasan status emosi) CUMA PENJELAS. Alat utama utk menyatakan emosi tokoh adlh GESTUR yg benar2 JELAS. Klo gesturnya tidak jelas, pbaca malah mungkin merasa ada kontradiksi. Sebaliknya, klo gesturnya JELAS, sering tidak butuh deskripsi lagi.

GESTUR2 Tokoh yg disampaikan Narator bikin AKSI tokoh jadi punya muatan EMOSI. Membombardir kalimat dg ajektifa (sedih, marah, dsb) tdk serta merta bikin adegan jd bernilai emosi. Lalu gmn? Ini guna metafora, simbol, dsb. Klo dipake dg tepat BISA jd stimulus utk emosi.




baca juga:
Karakter Yang Tidak Hitam Putih

Tips Menulis Novel: DIALOG
Fakta dalam Fiksi

Next, DIALOG. Dialog adalah tempat suci utk karakter (tokoh)—satu2nya bagian dari naskah fiksi yg Narator tidak ikut campur. Karakter menjadi karakter itu sendiri. Lewat dialog, Karakter menyuarakan dirinya secara utuh, tdk diwakili. Jadi: Dialog perlu dibuat sebersih mungkin.

Karakterisasi & idealisme tokoh terbaca jelas dr dialog2 yg muncul. Penulis yg suka ikut campur ke naskah juga terlihat di dialog. Tiba2, semua tokoh bersuara dg cara yg sama krn penulisnya menyusup ke sana. Akibatnya semua tokoh cuma jadi kek juru bicara utk penulis.

Apa itu dialog yg bersih? Dialog yg bersih adlh dialog yg MINIM ADVERBIA. Ekspresi tokoh bisa langsung terlihat tanpa perlu diberi2 keterangan "dengan marah, dengan suaranya yg lembut, dengan blablabla."

Sebaiknya, keterangan2 dlm dialog dibuat sebatas GESTUR yg mnggerakkan adegan. Klo, MS, Aksi, Gestur & dialog jelas, tidak prlu lagi keterangan emosi.

Tdk ada sama sekali keterangan emosi tokoh (apalagi adverbia). Semua kalimat penjelas cuma gestur & gerakan fisik. Perhatikan juga klo POV yg sy pakai bukan POV Salinem, tp Kartinah. Alias: Narator mengambil jarak dr Salinem, masuk ke mata Kartinah, n melihat kejdian dr situ.

Tujuannya MENJADI MATA utk Pembaca biar situasi yg terjadi jelas (krn ada jarak).

LUPAKAN IDE kalau POV adalah ttg Kata Ganti Dia/Aku. POV adalah ttg Cara Pandang Narator atas kejadian, BUKAN kata ganti.


baca juga:

Tips Menulis Novel: REALITAS FIKSI
Tips Menulis Novel: POV

sumber: wisnucuit

Fakta Dalam Fiksi


Fakta Dalam Fiksi

STATUS dr sebuah karya tulis menentukan bagaimana pertanggungjawabannya dan bagaimana naskah boleh digunakan.

baca juga:

Spektrum Karya

Prolog dan Epilog

Kiat Membuat Plot TwistKata fiksi/novel di sampul buku secara otomatis menggugurkan kewajiban penulis untuk membuktikan kebenaran dari semua pernyataan di dalam buku itu. Betapa pun "bohong2an" kejadian berikut segala unsur2 yg ditulis, penulis tidak boleh dituntut. Seharusnya begitu.Kewajiban pembuktian kebenaran dan pengajuan bukti oleh penulis adalah salah satu STANDAR yg membuat fiksi jadi fiksi (atau sebaliknya, nonfiksi menjadi nonfiksi). Nonfiksi WAJIB memberi pembuktian, Fiksi tidak.
Buku, Membaca, Tee, Sastra, Window Sill

baca juga:

Karakter Dan Plot

Kiat Membuat Hook Novel

Menulis Ide dan DraftMisal: Kamu bikin NOVEL berlatar Majapahit pakai nama Gajah Mada sbg tokoh. Di sana kamu bilang klo Gajah Mada perompak. Status Novel scr otomatis menyatakan: 1. Majapahit & GM di buku itu BUKAN Majapahit & GM yg sama dg buku sejarah. Semua jd FIKSI2. Kalaupun seluruh manusia Indonesia dan dunia akhirat sejagat raya tiba2 percaya klo GM adalah perompak, itu bukan salah kamu. Itu jd kesalahan semua orang yg yg menganggap nyata info di dalamnya padahal jelas statusnya NOVEL yg FIKSI. Ada yg gagal berliterasi.Fiksi tidak punya kewajiban untuk tunduk setia pada kenyataan, termasuk ketika naskah itu Historical FICTION. Jadi, tidak perlu lagi bilang "Buktikan kalau GM memang seperti itu". Jawabannya sederhana: Sosok bernama sama dalam novel BUKAN gambaran sosok aslinya.Yg bisa dilakukan adalah bikin penelitian. Misal: Representasi Gajah Mada dlm Novel Majapahit. Di sini bisa DIPERBANDINGKAN gmn sosok GM digambarkan dlm novel dg data dr BUKU NONFIKSI Sejarah. Kalau tidak serupa ya tidak apa2, karena: Salah satu Standar FIKSI adlh imajinasi.

baca juga:Minder Setelah Baca Buku Bagus?

Tips Menulis Novel: KLIMAKS

Fiksi atau Non FiksiBuku, Membaca, Kisah Cinta, Cerita, RomaPernah baca disclaimer di sampul: "karya ini fiksi, segala kesamaan nama, tempat, dan kejadian adalah kebetulan belaka"? Sbnrnya disclaimer ini tdk diperlukan kalau sudah ada status Novel Fiksi di sampulnya. Pencantuman perlu dilakukan KALAU penulisnya merasa khawatir saja3. Walau ada kata "Majapahit" dan "Gajah Mada" di dalamnya, novel tulisan kamu itu TIDAK BOLEH dijadikan sumber rujukan ilmiah di luar aspek kesastraannya. Apalagi jadi rujukan sejarah. Status Fiksi menyeret seluruh isi novel, trmasuk segala aspek nonfiksi di dlmnya.

Jadi, TIDAK BOLEH menyatakan dalam sebuah penelitian sejarah: Gajah Mada adalah perompak (lalu ngasih footnote dr novel sbg referensi). Kata Novel/Fiksi membatasi bagaimana naskah itu boleh digunakan.


baca juga:Tips Menulis Novel: REALITAS FIKSI

Tips Menulis Novel: POV

Tips Menulis Novel: PERGERAKAN

Tips Menulis Novel: WRITER'S BLOCKApa pun yang masuk ke dalam naskah fiksi, otomatis jadi fiksi. Jadi, gak perlu kegeeran juga kalo ada temen kita yg penulis pake nama kita jadi nama tokoh. Mau semirip apa pun deskripsi tokoh, tetap tidak boleh dianggap itu adalah kita. Krn itu bukan biografi.Saya bukan ahli hukum, tapi sepertinya "meresahkan masyarakat" adalah salah satu alasan yg bisa menyeret karya fiksi ke ranah hukum. Coba ditanya sama ahli hukum. Ini pun menurut sy tidak jelas. Kalau yg gagal paham status FIKSIONAL adlh masyarakatnya, kenapa jd fiksi yg salah?Sebaliknya, status Fiksi ini juga secara otomatis mengesahkan peneliti sastra utk membahas karya menggunakan teori Sastra. Misal: ada kata Poem di sampul buku. Pencantuman kata ini secara otomatis menyatakan klaim bahwa buku itu buku puisi yg SAH dibahas secara sastra.Buku, Halaman, Cerita, Catatan
baca juga:

Tips Menulis Novel: Tanda Kutip

Tips Menulis Novel: ADVERBIA

Tips Menulis Novel: EMPATI dan GESTUR

Tips Menulis Novel: Manajemen KepenulisanKarena jelas, puisi masuk dalam wilayah SASTRA. Tulisan "fiksi, novel, buku puisi, poem, cerpen, dsb" secara otomatis mempersilakan peneliti untuk melakukan pembedahan menggunakan teori2 sastra.Jadi, menurut saya, keliru kalo ada yg bilang karyanya PM bukan puisi sembari di sampulnya ada kata Poem. PM dan penerbitnya sudah menyatakan sendiri kalau naskah itu puisi dan bukan yg lain. SAH kalau mau dibahas pakai teori sastra. Masalah hasil penelitiannya, lain perkara.Mereka yg menyatakan klo tulisan PM bukan puisi malah bikin areal abu2 yg tidak jelas padahal sbnrnya sudah jelas. Jgn buat sesuatu jd rancu gara2 cara kita mengapresiasi karya. Di luar statusnya, tetep ada orang yg akan bisa menikmati puisi ala PM. Ini lain lagi.


Dan menurut saya, menggunakan istilah PoemPM di sampul adalah cara yg bijak dr penerbit. Mereka (sepertinya) sudah tahu bahwa karya ini akan jadi polemik. Bakal ada yg bilang: itu bukan puisi. Seperti ada subteks: Terserah elu. Itu memang Poem ala PM, dan sah sebagai puisi.



baca juga:Tips Menulis Novel: ENDING

Tips Menulis Novel: NARATOR

Tips Menulis Novel: PANTSER atau PLOTTER

Bagaimana Menghidupkan Adegan?

Judul atau Naskah Dulu?Buku, Tumpukan, Toko Buku, Tumpukan BukuJdi perdebatan2 kmrn yg bilang: "Ini puisi? Kok, puisi kayak gini?" Adalah perdebatan yg gagal fokus. Secara bentuk, PoemPM tetap puisi. Masalah isi/konten-nya, itu lain lagi. PoemPM memenuhi standar puisi, kok (bahkan klo pun gak standar, juga gapapa, krn ada KONTRASTANDAR).Udh ah. Gitu aja. Standar dan Kontrastandar, kapan2 aja diomongin, klo lagi mood. Contoh dikit aja (salah satunya) Standar Fiksi: Unsur imajinasi dan suara benak. Kontrastandar Fiksi: Data2 nonfiksi. Status naskah fiksi/puisi/nonfiksi ttp datang dr klaim penulis/penerbit
baca juga:

Karakter Yang Tidak Hitam Putih

Tips Menulis Novel: DIALOG

Tips Menulis Novel: SUBPLOT

Tips Menulis Novel: PLOT

Tips Menulis Novel: PREMISBtw, kalau mau sedikit mempelajari ttg bagamana status fiksi dan nonfiksi ini bekerja. Sila browsing2 kasus: 1. Memoirs of Geisha (fiksi) karya Arthur Golden yg diragukan kefiksiannya. 2. Angela's Ashes (nonfiksi memoar) karya Frank McCourt yg diragukan kenonfiksiannya.Contoh lg: Dunia Sophie. Tau ya Dunia Sophie isinya pengantar pelajaran filsafat? Bahkan, penulisnya bilang Dunia Sophie ditulis utk bantu murid2nya belajar. Boleh nggak Dunia Sophie dikutip sbg referensi teoretis? TIDAK. Mengapa? Krn Dunia Sophie diklaim sbg NOVEL.Buku, Membaca, Tangan, Sastra
Btw, inilah berbahayanya. Fiksi bisa lebih berbahaya dr nonfiksi. Org yg punya kepentingan bisa bikin fiksi (tulisan/film) yg isinya fiksional, dieksekusi seolah2 nonfiksi, dibuatin narasi di luar karya, lalu semua org percaya klo itu kebenaran. Klo film: Aktor? Fiksi. Titik.
Tambahan, jadi di mana batasan imajinasi dalam fiksi? Secara konseptual: TIDAK ADA BATAS-nya. Scara praktik, imajinasi penulis PASTI dibatasi oleh kemampuannya sendiri utk membangun argumen sebab-akibat yg akan bpengaruh pd persepsi atas kemasuk-akalan kejadian fiksional itu.
Fakta, Hukum, Norma, Sosok, Benda, atau apapun yg masuk ke dalam fiksi boleh diubah, dibengkokkan, dibolak-balik, dibongkar, dsb, trgantung pada kemauan penulisnya Mis: Gravitasi boleh jatuh ke atas. Hitler boleh jotos2an sm Thanos. Selama? Tertulis label FIKSI (& anak2nya).
OOT. Status SENI (termasuk fiksi, puisi) bisa jadi indikator demokrasi. KALAU sampai seniman (incl penulis) ditangkap krn karya seninya, artinya demokrasi = hancur. Pemerintah ud tdk bisa mbedakan realitas/bukan. Misal: penulis puisi dhukum mati krn puisinya dianggap subversif.
Jadi, kutipan Seno Gumira "Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra Harus Bicara" bukan pernyataan main2. Kalau sastra sampai ditangkap/dibredel krn isinya, lebih baik pindah negara. Ini serius.
sumber: wisnucuit