Tips Menulis Novel: PREMISBtw, kalau mau sedikit mempelajari ttg bagamana status fiksi dan nonfiksi ini bekerja. Sila browsing2 kasus:
1. Memoirs of Geisha (fiksi) karya Arthur Golden yg diragukan kefiksiannya.
2. Angela's Ashes (nonfiksi memoar) karya Frank McCourt yg diragukan kenonfiksiannya.Contoh lg: Dunia Sophie.
Tau ya Dunia Sophie isinya pengantar pelajaran filsafat? Bahkan, penulisnya bilang Dunia Sophie ditulis utk bantu murid2nya belajar. Boleh nggak Dunia Sophie dikutip sbg referensi teoretis?
TIDAK.
Mengapa? Krn Dunia Sophie diklaim sbg NOVEL.
Btw, inilah berbahayanya. Fiksi bisa lebih berbahaya dr nonfiksi.
Org yg punya kepentingan bisa bikin fiksi (tulisan/film) yg isinya fiksional, dieksekusi seolah2 nonfiksi, dibuatin narasi di luar karya, lalu semua org percaya klo itu kebenaran.
Klo film: Aktor? Fiksi. Titik.
Tambahan, jadi di mana batasan imajinasi dalam fiksi?
Secara konseptual: TIDAK ADA BATAS-nya.
Scara praktik, imajinasi penulis PASTI dibatasi oleh kemampuannya sendiri utk membangun argumen sebab-akibat yg akan bpengaruh pd persepsi atas kemasuk-akalan kejadian fiksional itu.
Fakta, Hukum, Norma, Sosok, Benda, atau apapun yg masuk ke dalam fiksi boleh diubah, dibengkokkan, dibolak-balik, dibongkar, dsb, trgantung pada kemauan penulisnya
Mis: Gravitasi boleh jatuh ke atas. Hitler boleh jotos2an sm Thanos.
Selama?
Tertulis label FIKSI (& anak2nya).
OOT. Status SENI (termasuk fiksi, puisi) bisa jadi indikator demokrasi.
KALAU sampai seniman (incl penulis) ditangkap krn karya seninya, artinya demokrasi = hancur. Pemerintah ud tdk bisa mbedakan realitas/bukan.
Misal: penulis puisi dhukum mati krn puisinya dianggap subversif.
Jadi, kutipan Seno Gumira "Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra Harus Bicara" bukan pernyataan main2.
Kalau sastra sampai ditangkap/dibredel krn isinya, lebih baik pindah negara.
Ini serius.
sumber: wisnucuit
0 Comments:
Posting Komentar